Sabtu, 06 Maret 2010

Ibu, Ku Lukis Wajah Mu...

Sambil menghadap kiblat
Ku tatap monitor bersahabat
Melukiskan kasih seseorang yang telah beristirahat
Yang telah mengantarkan ku dengan selamat
Ibu, aku merindukan mu….

Darah yang mengalir dari air susu cinta mu
Wajah yang merona dari belaian kasih mu
Kesehatan yang sempurna dari rawatan sayang mu
Hati yang bernurani dari keikhlasan rejeki mu
Akal yang berfikir dari ketulusan pesan mu
Ibu, aku merasakan itu…

Pada ku, engkau pernah bercerita…
Rabu siang kau lahirkan bayi bernyawa
Dengan jenis kelamin pria
Berteman seorang dukun kampung kau taruhkan nyawa
Sebagai anak ke sembilan dari sepuluh bersaudara
Tanpa banyak kesulitan kau melahirkan dengan segera
Ketika ayah sedang berada di huma
Ketika saudara ku yang lebih tua sedang membantu bekerja
Aku pun lahir kedunia.
Ibu, aku masih merekam cerita mu...

Nakal masa kanak ku
Tentu sangat menyusahkan mu
Rengek dan ronta kebiasaan ku
Hingga bila ayah memukul ku
Engkau diam membisu tanda tak setuju
Ibu, aku tahu maksud mu...

Engkau selalu mengharuskan ku untuk datang mengaji
Agar kelak aku bisa mengirimkan fatihah dan yasin jika jasad mu telah didalam bumi
Engkau tak pernah bosan bangunkan aku untuk segera ke sekolah
Agar kelak aku bisa hidup dengan hati dan fikiran yang terasah
Setiap aku pulang dari sekolah dan madrasah
Engkau sudah pasti sedang berada di sawah bersama ayah
Bekerja dengan tekun tak pernah lelah
Pergi pagi, menjelang maghrib engkau baru tiba di rumah
Dari tangan mu aku lihat tempat makanan, mukenah dan sajadah
Ibu, segar masih diingatan ku...

Saat sekolah menengah pertama aku mencoba membantu
Mengarit rumput dan menjualkan hasil torehan karet mu
Bekerja mengaspal jalan setiap sabtu dan minggu
Mengangkut padi hasil panen itu juga kadang tugas ku
Menggiling hasil panen di sawah sering ku luangkan waktu
Sejak itu aku tahu betapa berat pundak mu
Namun tak pernah aku mendengar engkau mengeluh
Hujan dan panas hanya caping dan dangau tempat mu berteduh
Jika puasa tiba, engkau sangat bangga pada ku
Ketika suara tartil ayat Quran ku di masjid mendayu menghampiri telinga mu
Walaupun engkau tak pernah langsung memuji ku
Namun aku dengar kebanggaan itu dari saudara ku
Ibu, Aku menyaksikan dan mendengar semua itu...

Saat aku disekolah menengah atas, kelas satu
Tidur di surau dan masjid kampung kebiasaan ku
Kadang alpa sekolah engkau pun tak tahu
Hanya bertanya kenaikan kelas jika libur panjang bertemu
Namun aku tetap mencoba membantu mu
Menjadi tukang ojek kegiatan sambilan ku
Sepulang sekolah langsung ganti baju
Hasilnya aku serahkan semuanya pada mu
Sambil menanti kemurahan mu memberi pada ku
Untuk keluar jalan malam minggu
Ibu, engkau selalu mengerti aku...

Ketika sebuah peristiwa itu tiba
Aku bersama mu dalam nuansa yang nestapa
Engkau tampak menua
Dengan mulai banyaknya penyakit yang mendera
Namun aku tak pernah terlena
Menjual koran untuk membantu mencukupi kebutuhan kita
Sebuah cobaan dari Tuhan yang tak pernah disangka
Saat aku mencoba menyelesaikan sekolah menengah yang sempat terputus
Engkau mendorongku agar segera diurus
Hingga aku mendapatkan ijazah tanda lulus
Ibu, engkau sangat tulus pada ku...

Saat aku hendak mendaftar kuliah
Aku minta izin pada mu dengan berbekal ijazah
Bersama satu kemeja dan dua buah celana berwarna biru dan satunya coklat agak merah
Engkau hanya bisa pasrah
Mungkin engkau merasa bersalah
Tak bisa lagi membiayai ku karena mendapat musibah
Namun karena aku telah minum air susu mu, aku mengerti makna pantang menyerah
Aku pun menjalani semuanya tak kenal lelah
Ibu, Pada Allah engaku berdo'a untuk ku...

Ibu…
Aku merindukan cerita mu tentang nenek moyang dan leluhur kita
Aku merindukan cengkerama mu bersama saudara selepas isya
Aku merindukan pelukan mu disaat dinginnya malam tiba
Aku merindukan pesan mu bila kita duduk bersama
Aku merindukan senyum mu saat kita makan sekeluarga
Aku merindukan belaian mu bila aku tertidur dipangkuan
Aku merindukan teguran mu dikala aku berbuat kesalahan
Aku merindukan pembelaan mu dengan diam dikala ayah menghampiri ku dengan rotan
Saat ini, aku merindukan semua yang ada pada mu…

Ibu…
Dalam kebutaan aksara karena sejak balita telah ditinggal kedua orang tua
Engkau telah menyadarkan aku untuk membaca dunia dan isinya
Dalam keseharian sebagai petani yang bekerja di huma
Engkau telah mengajarkan ku untuk bersahaja dan sederhana
Dalam segala keterbatasan yang penuh kejujuran dalam berkata
Engkau telah mendidik ku untuk mengatakan tentang kebenaran dan maknanya
Dalam keluarga yang besar tak mengenal keluarga berencana
Engkau telah mendidik ku untuk saling membantu sesama
Dalam kehidupan yang tidak bergelimang dengan harta
Engkau telah mengajarkan pada ku untuk hidup apa adanya

Ibu…
Aku tepat di samping mu saat maut menjemput
Dengan tenang kau tutupkan mata dan rapatkan mulut
Ada bekas air dimata mu setelah nyawa tiada
Sebagai tanda manusia bahagia diakhir hayatnya
Sebagaimana ungkapan Imam Ghazali dalam karyanya
Jasad mu dimandikan oleh ku bersama saudara yang lainnya
Perlahan dengan lembut aku turut mengkafani, lalu mendirikan shalat
Memikul mu hingga menuju ke liang lahat, membaringkan mu menghadap kiblat
Bertemu Allah Yang Maha Hebat

Ibu, kadang mengalir sungai di pipi mengenang saat…
Menyuapkan mu setiap subuh sejak menjadi pesakitan
Mengangkat tubuh renta mu ketika hendak ke peraduan
Memapah mu berjalan menuju tempat pemandian

Ibu…
Ku cuci kaki mu dengan kembang tujuh rupa
Semoga aku menjadi anak yang berguna
Selalu do’a ku panjatkan untuk mu pada Yang Maha Esa
Dan setiap aku pulang waktu luang, aku tak pernah lupa ke pusara
Membaca yasin dan tahlil dengan tartil ku yang engkau suka

Ibu…
Diantara kita selalu ada cinta
Dalam untaian tangan yang penuh bahagia
Jika manusia boleh menyembah sesama
Maka hanya engkau yang utama untuk ku puja


Merindukan mu…
Menjelang 3 tahun berpulang!
Kamar gelap, 21 Januari 2010

1 komentar:

sisiungu mengatakan...

dan ibu bagiku,
adalah perempuan yang tercipta dari seribu kuntum bunga.

Posting Komentar